Jumat, 09 September 2011

contextual teaching and learning

2.1  Konsep Dasar Strategi Pembelajaran CTL
Contextual Teaching and Learning (CTL)  adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan mrnghubungkannya dengan kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Dari konsep tersebut ada 3 hal yang harus dipahami dari strategi pembelajaran CTL seperti :
1.    CTL menekankan proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung.
2.    CTL mendorong siswa untuk dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menghubungkan pengalaman belajar dengan kehidupan nyata.
3.    CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari – hari.
Ada 5 karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL, antara lain :
1.      Pembelajarn merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa yang dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.
2.      Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (aquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya (deduktif).
3.      Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.
4.      Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (appliying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku.
5.      Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan yang dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.

2.2  Latar belakang Filosofis dan Psikologis CTL
a.       Latar belakang filosofis
CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah sekadar menghafal tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Piaget berpendapat, bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan “skema”. Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang berbulu putih. Berkat keseringannya itu ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempurna skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema dan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru. Asimilasi dan akomodasi terbentuk berkat pengalaman siswa.
Contoh proses asimilasi dan akomodasi :
   Pada suatu hari anak merasa panas karena terpercik api, maka berdasarkan pengalamannya terbentuk skema pada struktur kognitif anak tentang api, bahwa api adalah sesuatu byang membahayakan sehingga harus dihindari. Dengan demikian ketika melihat api secara refleks ia akan menghindar. Semakin anak dewasa pengalaman anak tentang api akan bertambah. Ketika anak melihat ibu memasak menggunakan api maka skema yang telah terbentuk itu disempurnakan, bahwa api tidak harus dihindari tetapi dimanfaatkan. Proses penyempurnaan ini disebut asimilasi. Pengalaman tentang api ini akan lebih disempurnakan ketika anak melihat bahwa pabrik – pabrik memerlukan api, kendaraan dan mesin – mesin memerlukan api. Disana akan terbentuk skema baru tentang api, bahwa api bukan harus dihindari dan bukan sekedar  dapat dimanfaatkan tetapi sangat dibutuhkan untuk kehidupan manusia. Proses pembentukan skema baru ini disebut akomodasi.
b.      Latar Belakang Psikologis
Pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respons. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi dan kemampuan.
Dari latar belakang yang mendasarinya maka ada beberapa hal yang harus dipahami tentang belajar dalam konteks CTL yaitu :
1.      Belajar bukanlah menghafal , tetapi proses mengkontruksi pengetahuan sesuai yang mereka miliki.
2.      Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas – lepas, karena pengetahuan merupakan organisasi dari semua yang dialami.
3.      Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh mental dan emosinya.
4.      Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju yang kompleks.
5.      Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan.



2.3  Perbedaan CTL dengan Pembelajaran Konvensional
Perbedaan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut :
1.    CTL menempatkan siswa sebagai subyek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai penerima informasi secara pasif.
2.    Dalam pembelajaran CTL siswa belajar melalui kegiatan kelompok, sedangkan pada pembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar secara individual.
3.    Pembelajaran CTL lebih banyak mengkaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata, sedangkan pembelajaran konvensional lebih bersifat teoritis dan abstrak.
4.    Dalam CTL kemampuan didasarkan atas pengalaman, sedangkan pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan.
5.    Dalam CTL prilaku dibangun atas kesadaran sendiri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional prilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar.
6.    Dalam CTL pengetahuan individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, sedangkan dalam pembelajaran konvensional hal ini tidak mungkin terjadi karena kebenaran yang dimiliki bersifat absolut.
7.    Dalam pembelajaran CTL siswa bertanggung jawab mengembangkan pembelajaran mereka masing – masing, sedangkan pembelajaran konvensional guru sebagai penentu jalannya proses pembelajaran.
8.    Dalam CTL pembelajaran bisa terjadi dimana saja sesuai dengan kebutuhan, sedangkan pada pembelajaran konvensional pembelajaran hanya terjadi di dalam kelas.
9.    Dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara seperti evaluasi proses, hasil karya siswa, rekaman, observasi dan lain sebagainya. Sedangkan pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran hanya diukur dari tes.
2.4  Asas – asas CTL
Pengetahuan diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh orang lain termasuk guru, melainkan dari proses menemukan dan mengkonstruksinya sendiri. Oleh karena itu, guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru perlu memandang siswa sebagai subyek belajar dengan segala keunikannya.
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki 7 asas. Asas- asas ini yang melandasi pelakasanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL.
1.    Konstruktivisme
Konsep ini yang menuntut siswa untuk menyusun dan membangun makna atas pengalaman baru yang didasarkan pada pengetahuan tertentu. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Strategi pemerolehan pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa mendapatkan dari atau mengingat pengetahuan.
2.    Bertanya  (Questioning)
Dalam konsep ini kegiatan tanya jawab yang dilakukan baik oleh guru maupun oleh siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, seangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya sangat berguna untuk :
·         Menggali informasi tentang penguasaan siswa dalam penguasaan materi pelajaran
·         Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu
·         Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan
·         Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar
·         Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu
Dalam setiap tahapan dan proses pembelajaran kegiatan bertanya hampir selalu digunakan, sehingga kemampuan guru untuk mengembangkan teknik – teknik bertanya sangat diperlukan.
3.    Inkuiri
Proses pembelajaran didasarkan atas pencarian dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengtahuan bukanlah sejumlah fakta hasil mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dalam proses perencanaan guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Berbagai topik dalam mata pelajaran dapat dilakukan melalui proses inkuiri. Proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu :
1.      Merumuskan masalah
2.      Mengajukan hipotesis
3.      Mengumpulkan data
4.      Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
5.      Membuat kesimpulan
Penerapan inkuiri dalam pembelajaran CTL dimulai dari kesadaran siswa akan masalah yang ingin dipecahkan, sehingga siswa harus didorong untuk menemukan masalah. Jika masalah telah dipahami, maka siswa dapat mengajukan hipotesis sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis ini akan menuntun siswa untuk mengumpulkan data. Jika data telah terkumpul, selanjutnya siswa dituntun untuk menguji hipotesis tersebut dan merumuskan kesimpulannya.
4.    Komunitas belajar ( Learning Community )
 Komunitas belajar adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain, baik secara formal maupun dalam lingkungan secara alamiah. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman atau antar kelompok.
Dalam kelas CTL penerapan asas ini dapat dilakukan dengan membentuk kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok – kelompok yang anggotanya bersifat heterogen. Dalam kelompok siswa dituntut untuk saling membelajarkan.
5.       Pemodelan ( Modeling )
Dalam konsep ini kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara mengoperasikan alat. Guru fisika memeperagakan penggunaan alat ukur massa neraca ohhaus.
6.    Refleksi ( Reflection )
     Yaitu melihat kembali atau merespon suatu kejadian, kegiatan dan pengalaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Adapun realisasinya adalah; pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu, catatan dan jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran pada hari itu, diskusi dan hasil karya.
7.    Penilaian otentik ( Authentic Assessment )
Prosedur penilaian yang menunjukkan kemampuan (pengetahuan, ketrampilan sikap) siswa secara nyata. Penekanan penilaian otentik adalah pada pembelajaran seharusnya membantu siswa agar mampu mempelajari sesuatu, bukan pada diperolehnya informasi di akhir periode, kemajuan belajar dinilai tidak hanya hasil tetapi lebih pada prosesnya dengan berbagai cara, menilai pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa.
     Penilaian otentik adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar – benar belajar atau tidak. Penilaian ini dilakukan dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung, sehingga tekananya diarahkan pada proses belajar bukan pada hasil belajar.
2.5  Peranan Guru Dalam Penerapan CTL
Setiap siswa mempunyai gaya dan cara yang berbeda dalam belajar. Dalam proses pembelajaran kontekstual setiap guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia siswa, artinya guru perlu menyesuaikan cara mengajar dengan cara belajar siswa. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam menggunakan pendekatan CTL, antara lain :
1. Siswa harus dipandang sebagai manusia yang sedang berkembang dan bukan sebagai orang dewasa dalam ukuran kecil. Kemampuan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh level perkembangan siswa sehingga kita tidak boleh memberikan pelajaran yang tidak sesuai dengan level perkembangan siswa tersebut. Dengan demikian guru tidak bertindak sebagai penguasa dalam sebuah pembelajaran, namun ia berperan sebagai pembimbing siswa dalam membimbing mereka sesuai dengan level perkembangannya.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk mencoba hal yang baru. Mereka akan senang jika mendapat tantangan-tantangan yang baru. Oleh karena itu, guru berperan sebagai pemilih objek baru dan menantang yang akan dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah mengaitkan hal-hal yang telah dikuasi dengan informasi baru yang mereka dapatkan. Dengan demikian tugas guru adalah untuk mengaitkan informasi yang telah ada pada siswa dengan hal baru yang ia pelajari.
4. Belajar merupakan proses penyempurnaan skema yang sudah ada pada diri siswa (asimilasi) dan membuat skema yang baru (akomodasi). Dengan demikian guru bertugas untuk membantu melakukan proses asimilasi dan akomodasi.
2.6  Kelebihan dan Kelemahan CTL
a.      Kelebihan CTL (Contextual Teaching and Learning)
·           Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil, artinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan.
·           Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.
b.     Kelemahan CTL (Contextual Teaching and Learning)
Adapun kelemahan model pembelajaran CTL ini terletak pada guru yang menerapkan dimana guru harus bekerja  keras untuk mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan mereka sehari – hari. Oleh karena itu jarangnya guru mau merubah cara mengajar yang masih menggunakan metode ceramah.
2.7   Manfaat Penerapan Model Pembelajaran CTL
a.   Bagi siswa
Dapat memberikan peluang dari siswa untuk melakukan perbaikan terhadap pemahaman konsep yang dicapai, dan hasil belajar yang diperoleh. Dengan model pembelajaran kontekstual kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor siswa akan lebih berkembang. Dengan model pembelajaran kontekstual siswa akan mampu mengaitkan pengetahuan yang dimilikinya dengan gejala-gejala dalam kehidupan sehari-sehari. Dengan model belajar kontekstual siswa akan dapat berfikir secara rasional dan logis.
b.Bagi guru
Dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual seorang guru akan memperoleh pengetahuan teoritik dan pengalaman praktik dalam mengemas dan mengimplementasikan model pembelajaran yang inovatif.
 Dengan model pembelajaran kontekstual, para guru akan mampu menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dan mediator yang dinamis, sehingga program pembelajaran yang diimplementasikan menjadi lebih efektif, efesien, dan inovatif. Dengan model pembelajaran kontekstual seorang guru akan lebih mudah menghilangkan miskonsepsi yang terjadi pada siswa, melalui pemberian contoh-contoh konkrit sesuai dengan konteks sehingga mudah dipahami.
BAB 3
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Dari uraian tentang strategi pembelajaran CTL dapat disimpulkan bahwa :
CTL - Contextual teaching and learning adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan CTL sebagai suatu strategi pembelajaran, diantaranya:
  1. Strategi pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental.
  2. Strategi pembelajaran kontekstual memandang bahwa belajar bukan menghafal akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. 
  3. Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji data hasil temuan mereka di lapangan.  
  4. Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri bukan hasil pemberian dari orang lain.
3.2    Saran 
Dalam pembelajaran CTL guru harus menyesuaikan cara mengajar dengan cara belajar siswa. Guru juga perlu mengarahkan siswa agar menemukan sendiri materi pelajaran. Jika hal ini dapat dilakukan oleh guru maka pembelajaran dengan metode CTL dapat berjalan dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Metode ini menganut aliran konstruktivis, dimana siswa dapat menemukan sendiri pengetahuan tersebut. Selain itu, siswa bukan lagi dipandang sebagai objek yang pasif sebagai penerima informasi saja, melainkan sebagai individu yang juga memiliki kemampuan untuk menggali pengetahuan tentunya dengan bimbingan dari guru karena siswa masih dalam tahap perkembangan.


Daftar Pustaka
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Bandono. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Tersedia pada    (http://bandono.web.id/2008/03/07/menyusun-model-pembelajaran-contextual-
     teaching-and-learning-ctl.php/feed)

 Sukarto . 2010. Strategi Pembelajaran CTL. Tersedia pada  
       (http://aadesanjaya.blogspot. com)
.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar